Nama dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga yang satu ini sudah tak asing lagi. Dialah Alimatul Qibtiyah, sosok perempuan yang kiprahnya sudah diakui baik di dalam maupun di luar negeri. Sepak terjangnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan benar-benar patut diacungi jempol. Ide-idenya disampaikan baik lewat lisan, tulisan maupun aksi nyata.
Ada 21 Negara yang pernah dikunjungi wanita enerjik ini, diantaranya ia tampil sebagai narasumber. Beberapa agenda yang melibatkan Alim sebagai figur yang berkompeten di antaranya yaitu invited speaker on International Conference: Islam in the Modern Secular State, in Kyrgiztan 2018; Multiracial Muslims National Conference (Mrmnc) tahun 2017 di Malaysia; resource person Internasional Conference and Workshop on Beyond Co-Exisrance in Plural Societies, LPPM UIN Jakarta-Notree Dorm America tahun 2017; Poester and oral presentation on the International DIES Program on Female Leadership and Higher Education Management in Developing Countries, Jerman, DAAD, Forum Rektor German June 2017; Oral presentation Comprehensive Gender, Sexuality and Reproductive Health & Rights Education: A Progressive Islamic Approach to the Issues in Myanmar in 2016; on Sexuality Education from Islamic Perspective on the 7th APCRSH, in Manila, 2014
Poster Presenter on Sexuality Education from Islamic Perspective on the 7th APCRSH, in Manila, 2014; invited speaker on “Researching The Lived Realities of Women and Gender Relations: Students Sharing Discourses in a Changing World” run by Women’s Development Research Centre (KANITA) Universiti Sains Malaysia pada tahun 2013; dan Key note speaker on Believing Women for a Culture of Peace at Justice Place Brisbane Queensland 12 May 2012 (Pre-Mother Day 2012) dengan judul Motherhood from the Perspective of Religious Feminism.
Mari kita mengenal lebih dekat dengan Alim
Perempuan yang biasa disapa Alim itu lahir di Ngawi, Jawa Timur, September 1971. Anak kelima dari sembilan bersaudara pasangan suami istri Bajuri dan Sri Pangati itu kerap didaulat menjadi narasumber di berbagai agenda baik tingkat nasional maupun internasional. Alumnus Jurusan Penerangan dan Penyiaran Agama Islam (PPAI/sekarang KPI) Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga itu menyebutkan diskusi tentang gender dimulai sekitar tahun 1995. “Apa itu gender? Waktu itu gampangnya adalah kalau orang laki-laki itu harus paham bahwa perempuan mens itu sakit. Mengerti kalau saat haid itu sakit,” ujar istri Susanto itu.
Saat menempuh S2 Psikologi Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM), Alim mengangkat isu gender untuk penelitian tesisnya, yaitu tentang sikap para tokoh agama terhadap isu gender di Yogyakarta. Pada awal-awal menjadi dosen, perempuan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan II FDK tersebut masuk di Pusat Studi Wanita (PSW) “Hampir semua dosen diundang untuk mengikuti training isu gender,” imbuh Alim. Selama mengikuti program kurang lebih 15 tahun, banyak hal yang menginspirasi Alim untuk menginklusifkan isu gender. Wanita yang mendapat gelar PhD di University of Western of Sydney, Australia itu juga mengambil program master di women’s studies di Amerika Serikat pada tahun 2003.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah itu banyak menyampaikan perihal gender dalam Islam. Menurut Alim, Islam memperlakukan laki-laki dan wanita sama istimewanya.
“Bagaimana supaya saling menguatkan dan saling menghormati. Kekerasan dalam bentuk apapun harus dihindari. Prinsipnya antara suami dan istri saling memberikan kebaikan,” kata dosen yang pernah mendapat penghargaan dari UIN Sunan Kalijaga sebagai Dosen Mutu 2017 itu.
Diposting ulang dari: http://dakwah.uin-suka.ac.id
Penulis: Nadhiroh