Blog Opini

Intervensi Malaikat dalam Hubungan Seksual (1)

cloud_angelDi Indonesia, wacana perempuan, agama, dan seksualitas bukanlah hal yang baru, apalagi diskursus perempuan dalam perkawinan, hubungan suami-istri dalam keluarga, hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga sudah menjadi pembahasan yang intensif di masyarakat. Buku-buku tentang keluarga sakinah, keluarga barokah, mengatasi masalah perkawinan juga banyak bermunculan di masyarakat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indiyah (1999), ditemukan bahwa masalah perceraian 80% disebabkan karena tidak harmonis dalam hubungan seksual. Sebuah studi di Amerika Serikat juga membuktikan bahwa 80% pasangan yang mencari konseling perkawinan juga karena kurang terpuaskan dalam seksualitasnya.[1]

Dari hasil wawancara dengan beberapa teman perempuan saya tentang pengalaman malam pertama, banyak di antara mereka yang mengungkapkan bahwa pengalaman pertama bagi perempuan tidak seindah yang dibayangkan. Hal ini karena secara biologis organ reproduksi perempuan berbeda dengan laki-laki. Bagi perempuan yang masih mempunyai selaput dara yang utuh dengan jenis selaput dara yang kurang elastis, kebanyakan merasa sakit saat berhubungan seksual pertama kalinya. Perlu diketahui bahwa ada berbagai macam selaput dara di lihat dari ke-elastisannya, sehingga ada juga perempuan yang tidak merasa sakit saat pertama kali berhubungan seksual. Saya termasuk mempunyai selaput dara yang tebal dan kurang elastis, sehingga pada saat malam pertama mengalami kesakitan yang luar biasa. Dalam kondisi sakit seperti itu saya teringat akan doktrin yang saya peroleh dari kiyai saya bahwa bahwa istri harus melayani suaminya, kalau tidak maka dikutuk malaikat. Saat itu saya merasa aneh dan mencoba mengkritisi doktrin itu, karena ketika dipraktekkan saya merasa ada yang kurang sesuai, sudah sakit dikutuk malaikat lagi. Saya merasa bahwa ini bukan konsep Islam, saya yakin bahwa Islam yang rohmatal lil’alamin tidak mengajarkan ketidakadilan seperti itu, dimana istri harus melayani suaminya.

Berdasarkan data dan juga pengalaman penulis sendiri itulah, tulisan ini akan membahas tentang persoalan seksualitas dalam keluarga terutama yang terkait dengan hak akan kepuasan seksual dan kewajiban seksual suami-istri. Dasar yang dijadikan pijakan tulisan ini adalah hadis tentang hubungan seksual suami dan istri yang bunyi teksnya sebagai berikut: “Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur kemudian si istri enggan memenuhi ajakannya, maka sepanjang malam itu para malaikat akan melaknati istri itu hingga subuh” (HR. Amad bin Hambal).

Jika dibaca secara tektual apa adanya, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan seksual itu adalah kewajiban istri dan hak suami. Benarkah Islam mengajarkan seperti itu? Benarkah ada seorang suami yang tega istrinya dilaknat malaikat hanya karena tidak mau diajak berhubungan seksual karena sakit? Karena itulah, perlu dilihat kembali bagaimana sebenarnya keshohihan hadist, asbabul wurud, hubungannya dengan ayat-ayat seksualitas dalam Al’Quran. Selain itu apa makna laknat malaikat dalam hadis itu dan yang lebih penting bagaimana sebenarnya konsep hubungan seksual suami-istri menurut Islam. Poin-poin itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Variasi Sanad (periwayat) dan Matan (isi) Hadis

Hadis tentang campur tangan malaikat dalam hubungan seksual suami-istri ini bervariasi, namun jika dicermati, sebenarnya mempunyai maksud yang sama. Dengan mengetahui variasi sanad (periwayat) dan matan (isi/kandungan) maka dapat diketahui apakah ada periwayat lain atau tidak dan juga dapat diketahui apakah periwayatnya tuggal atau banyak. Ada empat hadis yaitu:

  1. Ahmad Ibn Hambal (hadis no 9294)

Bila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur kemudian si istri enggan memenuhi ajakannya, sehingga suami merasa kecewa hingga tertidur, maka sepanjang malam itu pula para malaikat akan melaknati istri itu hingga datangnya waktu subuh.”

  1. Muslim dalam kitab shohih Muslim bagian kitab nikah, hadis no 2594

Jika seorang istri meninggalkan tempat tidur suaminya maka ia dilaknat malaikat sampai waktu subuh,….. sampai dia kembali”.

  1. Bukhori, pada kitab Fatkhul Bari, hadis no 5194, dan kitab nikah hadis no 4795.

Bila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur kemudian si istri enggan memenuhi ajakannya, sehingga suami merasa kecewa hingga tertidur, maka sepanjang malam itu para malaikat akan melaknati istri itu hingga waktu subuh”.

  1. Ahmad dalam Musnat Ahmad, hadis no 7109, dan hadis no 822

Janganlah para wanita meninggalkan tempat tidur suaminya kecuali malaikat Allah ‘azza wajalla akan melaknatinya”.

Secara tekstual, hadis pertama berkaitan dengan istri menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, sedangkan hadis yang lain berkaitan dengan istri tidur di tempat/kamar lain. Namun semua hadis tersebut berkaitan dengan kepatuhan sang istri terhadap suami dalam masalah seksualitas. Walaupun isi matannya berbeda di antara hadis-hadis tersebut, namun yang menarik adalah intervensi malaikat terhadap istri yang menolak berhubungan seksual ada pada semua matan hadis tersebut.

Jika dilihat dari perowinya, hadis-hadis ini diriwayatkan oleh lima orang penyusun kitab hadis, yaitu: Bukhori, Muslim, Ahmad Ibn Hambal, Abu Dawud dan Darimi. Kalau dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Ahmad Ibn Hambal, maka dari jalur sanadnya mempunyai kesamaan jalur sahabat/sanad sama pada urutan ketiga yaitu Abu Hurairah, Zararah bin ‘Aufa, Qotadah Ibn Di’amah. Dari Qotadah Ibn Di’amah ini kemudian terjadi jalur sanad. Setelah dilakukan penelitian terhadap para perowi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing periwayat saling bertemu (liqa’) atau setidaknya sezaman dengan periwayat sebelum dan sesudahnya. Jadi hadis yang menyatakan istri akan dilaknat mailaikat jika ia menolak atau menghindar bila diajak berhubungan seksual oleh suaminya atau meninggalkan tempat tidur suami, mempunyai sanad yang shohih. Namun demikian, walaupun sanadnya shohih, namun jika secara harfiah atau tekstual matan hadis bertentangan dengan semangat Al Qur’an maka perlu dilihat asbabul wurudnya (sebab-sebab turunnya hadis) sehingga konteknya akan kelihatan. Kalau sejarahnya terkuak maka mencari nilai-nilai hakiki dari hadis akan mudah.

Asbabul Wurud (Sebab-sebab Turunnya al-Hadis)

 Asbabul-wurud hadis dapat dilihat secara mikro dan makro. Mikro dalam arti situasi yang khusus yang menyebabkan hadis itu ada. Sedangkan makro berarti menggali situasi dan kondisi dan sosio-historisnya saat itu.

Hadis tentang intervensi malaikat dalam hubungan seksual ini, belum ditemukan asbab al wurud mikronya, tetapi dimungkinkan ada kaitannya dengan kondisi sosio-historis dan kultural saat itu atau dengan melihat asbab al wurud makronya. Dari asbab al wurud makro ada kemungkinan hadis itu berkaitan dengan budaya pantang ghilah yang ada di kalangan bangsa Arab sebelum itu. Ghilah adalah bersetubuh istri yang sedang hamil atau menyusui. Mereka menganggap bahwa ghilah itu suatu yang tabu untuk dilakukan.[2] Budaya tersebut begitu kuat di kalangan wanita Arab, sehingga Nabi pernah bermaksud untuk melarang ghilah. Nabi mengurungkan maksudnya, setelah mengetahui bahwa ghilah yang dilakukan ternyata tidak menimbulkan hal buruk bagi anak-anak yang dilahirkan. (HR. Muslim dari Jazamah binti Wahib).

Budaya pantang ghilah bagi wanita jahiliyah tidak menjadi persoalan karena mereka boleh poligami dengan tanpa ada batasan. Datangnya Islam membawa aturan tentang batasan poligami dan dalam pelaksanaannya harus adil. Karena itu, jika pantang ghilah tetap dipertahankan, sementara poligami tidak bebas maka hal ini sangat berat bagi mereka.[3] Jadi, kemungkinannya hadis tersebut untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dirasakan para lelaki Arab Muslim. Selain itu juga untuk menghilangkan budaya pantang ghilah yang masih diikuti oleh wanita Arab Muslim.

Selain itu dimungkinkan hadis ini juga terkait dengan perkawinan anshor dan muhajirin pasca hijrah Nabi ke Madinah. Laki-laki muslim muhajirin yang ikut hijrah bersama Nabi ke Madinan saat itu tidak banyak yang membawa harta. Sedangkan perempuan muslimah anshor yang di Madinah, kebanyakan mereka adalah penduduk asli Madinah yang mempunyai capital/harta lebih dibandingkan laki-laki muslim pendatang. Secara sosiologis dan juga psikologis ada perempuan-perempuan Madinah ini yang merasa dirinya mempunyai status sosial yang lebih tinggi dan juga mempunyai kepercayaan diri dan harga diri yang tinggi. Sehingga di saat mereka menikah dengan kaum muhajirin, terkadang masih ada perasaan superioritas itu yang kemudian berimplikasi pada hubungan seksual mereka. Hal ini biasa terjadi, tetapi kalau dibiarkan tanpa ada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, maka keharmonisan dan kebahagiaan keluarga itu akan terganggu.

[1] L. Cristy & Laura A.S., How to Save Your Trouble Married (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 203

[2] Hamid dalam Hamim Ilyas, Kumpulan Makalah, 1986

[3] Ibid

Alimatul Qibtiyah
Aktivis perempuan dan peneliti masalah gender. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan 'Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Komisioner Komnas Perempuan. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga.
http://genderprogressive.com/

One Reply to “Intervensi Malaikat dalam Hubungan Seksual (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *