Blog Opini

Kartini dan Label Feminis

letters-from-kartiniIstilah yang banyak dilekatkan pada nama RA Kartini adalah kata feminis dan emansipasi perempuan. Terkait dengan istilah feminis, masih banyak terjadi kesalahpahaman masyarakat kita dalam memahami kata feminis. Bahkan ada yang antipati dengan kata-kata tersebut dikarenakan adanya anggapan negatif pada kata feminis yang berkembang di masyarakat, misalnya gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan pranata sosial (institusi rumah tangga, perkawinan), maupun upaya pemberontakan perempuan untuk mengingkari kodrat atau ketentuan agama. Bahkan masih ada yang menganggap bahwa istilah tersebut dari Barat dan tidak Islami, sehingga tidak perlu diikuti. Saat saya memberikan pelatihan kesetaraan gender, salah seorang peserta mengatakan bahwa gerakan gender adalah gerakan yang bagi-bagi kondom secara gratis pada remaja. Kalau dikroscek dengan difinisi dan tujuan gerakan feminis yang sebenarnya, anggapan seperti itu sama sekali kurang tepat.

Karena masih banyaknya kesalahpahaman yang terjadi, tidak heran jika sebuah penelitian menunjukkan bahwa para aktifis perempuan di pergruan tinggi Yogyakarta baik laki-laki maupun perempuan (n=165), lebih banyak yang tidak mengatakan dirinya seorang feminis daripada yang mengatakan dirinya seorang feminis. Bahkan dalam penelitian yang tersebut lebih banyak perempuan yang menyebut dirinya bukan feminis daripada laki-laki. Ini sebuah hasil penelitian yang menarik karena, logikanya akan lebih banyak perempuan yang mengatakan dirinya seorang feminis daripada laki-laki. Hal ini dimungkinkan karena jika seorang perempuan mengatakan ’feminist’ maka akan banyak negatif stigma pada diri perempuan, seperti menyalahi kodrat, ingin mendominasi laki-laki dan menerima lesbianism. Sebaliknya jika seorang laki-laki menyebut dirinya seorang feminis, dia akan terangkat derajatnya, karena dia seorang yang peduli pada perempuan dan keadilan.

Feminisme ialah kesadaran individual atau kolektif bahwa perempuan tertindas dan ada upaya untuk membebaskan dari ketertindasan itu. Dalam difinisi yang lain Feminisme ialah pemikiran, kesadaran dan kegiatan/gerakan yang diilhami oleh kepedulian untuk memperjuangkan hidup dan kehidupan perempuan demi keadilan bagi semua. Sedangkan gender adalah suatu peran, fungsi, tanggungjawab, relasi, sifat laki-laki dan perempuan yang berasal dari bentukan masyarakat.

Dilihat dari difinisi tersebut ada dua kata kunci yang terkandung dalam kata feminisme yaitu adanya kesadaran atau kepedulian (attitude/sikap) dan kegiatan atau gerakan nyata (behavior/tindakan nyata). Artinya tidak dapat dikatakan seorang feminis jika dia hanya menyadari saja kalau perempuan banyak mengalami persoalan yang disebabkan karena relasi laki-laki dan permpuan (gender), tetapi tidak ada usaha nyata untuk mengurangi atau membebaskan perempuan dari ketertindasan itu. Dengan mengacu pada difinisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa feminis adalah siapapun baik laki-laki maupun perempuan yang mempunyai pemikiran, kesadaran dan kepedulian akan persoalan-persoalan penindasan terhadap perempuan dan melakukan upaya menghilangkan penindasan itu.

Di dunia Islam, Nabi Muhammad SAW adalah seorang pelopor gerakan feminis. Beliau telah mengubah status perempuan dari manusia nomer dua menjadi setara kedudukannya dengan laki-laki. Dinyatakan dalam Al Qur’an bahwa orang yang paling mulia di depan Allah adalah orang yang bertaqwa, baik laki-laki maupun perempuan. Zaman pra-Islam perempuan tidak mempunyai hak yang setara dengan laki-laki, kesaksian perempuan tidak diakui, tidak mendapatkan warisan, bahkan ada sebuah kisah bahwa Umar Bin Khotab menangis menyesali telah mengubur anak perempuannya hidup-hidup sebelum beliau memeluk Islam.

Di masyarakat yang menolak kata feminis atau gerakan gender maka diperlukan upaya kongrit berupa sosialisasi pemahaman yang benar tentang istilah-istilah tersebut. Jangan mengkritik dan menolak sebuah konsep dari istilah tertentu sebelum mengetahui benar apa yang terkandung dalam konsep tersebut. Jika ada penolakan dibarengi dengan sikap diskriminasi dan anarkhis maka tidak dapat dielak lagi bahwa sosialisasi istilah dengan benar betul-betul menjadi keharusan.

Selain sosialisasi istilah ada lima langkah laki untuk menciptakan kehidupan yang damai dan adil tanpa prasangka yaitu pertama melaksanakan refleksi diri (Engage in self reflection), kedua menghindari pemikiran hitam-putih (More beyond duality), ketiga membangun komunitas (build community), keempat terbuka menerima hal-hal yang baru (Open to receiving) terahir terbuka untuk memberi (open to giving). Dengan melaksanakan 5 langkah tersebut, diharapkan kita semua melakukan kegiatan refleksi pada diri kita sendiri, dengan mempertanyakan apakah yang dilakukan selama ini menindas orang lian atau diri sendiri, kemudian nilai itu tidak hanya halal v.s haram, benar v.s salah, maskulin vs. feminin tetapi akan selalu didialogkan dan dikontektualisasikan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Membangun komunitas berarti bahwa untuk memperjuangkan sesuatu yang mulia seperti keadilan laki-laki dan perempuan yang dicontohkan oleh R.A. Kartini dibutuhkan sebuah komunitas, lembaga ataupun media kebersamaan. Akan sulit jika kita hanya sendiri melakukan perubahan ke arah yang lebih baik itu, tetapi dengan banyak orang akan lebih mudah. Setelah kita mempunyai kemampuan dan keilmuan maka saatnya kita berbagi dengan orang lain, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

Perjuangan Kartini harus terus dilanjutkan tanpa henti sampai tidak ada relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di masyarakat. Dibutuhkan Kartini-kartini baru yang mempunyai semangat tinggi yang diwujudkan dengan aktivitas riel untuk melawan penindasan dan menciptakan keadilan. Kita yakin kalau usaha ini dilakukan secara terus menerus maka akan ada perubahan kedudukan, hak-hak, dan pengakuan terhadap perempuan menjadi lebih baik di masyarakat. Selain itu Raden Ajeng Kartini akan merasa lega dan sangat bahagia jika perjuangan membela perempuan diteruskan oleh kader-kader bangsa yang rindu akan perubahan. Marilah kita kenang kelahiran Raden Ajeng Kartini dengan semangat dan tindakan nyata untuk melawan penindasan dan menciptakan keadilan.

Alimatul Qibtiyah
Aktivis perempuan dan peneliti masalah gender. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan 'Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Komisioner Komnas Perempuan. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga.
http://genderprogressive.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *