Brisbane – Masyarakat Muslim Indonesia mengalami arabisasi yang ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok yang antara lain menerapkan pemisahan yang ketat dalam pergaulan sosial pria dan wanita. Staf pengajar UIN Yogyakarta, Alimatul Qibtiyah, mengatakan hal itu di Brisbane, Jumat (19/12) malam.
Menjawab pertanyaan Antara seusai ia mengisi pengajian Perhimpunan Komunitas Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), Alimatul mengatakan, ia memahami pilihan nilai kelompok-kelompok tersebut selama nilai yang mereka anut itu tidak dipakai untuk membatasi hak perempuan muslim dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Mahasiswi program doktor studi-studi Asia Universitas Griffith itu mengatakan, proses arabisasi di Indonesia itu sudah terjadi sejak 1980-an ditandai dengan maraknya pemakaian istilah-istilah Arab, seperti ikhwan, akhwat, dan pemisahan lelaki dan perempuan dalam aktivitas di kelompok-kelompok tertentu, katanya.
Sebelumnya, dalam ceramahnya di forum pengajian IISB bertajuk “Gender dan Seksualitas Dalam Islam”, Alimatul mengatakan, pemisahan kaum pria dan wanita muslim secara ketat tidak terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW. Pemisahan tersebut mulai terjadi setelah Rasulullah wafat, khususnya di era kekhalifahan Islam abad pertengahan.
Terkait dengan pandangan Islam tentang gender dan seksualitas, ia mengata-kan, Islam memandang positif seksualitas sebagai rahmat Allah SWT melalui pernikahan yang sah. Kedudukan lelaki dan perempuan juga sama dalam perspektif Islam karena yang membedakan manusia itu adalah tingkat ketakwaannya, katanya.
Kitab suci Al Quran, lanjut Alimatul, juga mengupas hal-hal yang terkait dengan seksualitas, seperti dalam ayat yang menjelaskan bahwa “istri itu adalah pakaian bagi suami dan suami adalah pakaian dari istri”. “Pakaian itu adalah simbul dari kehangatan,” katanya. Hanya saja, isu seksualitas masih dianggap banyak pihak dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim sebagai hal yang tabu akibat belenggu pemikiran negatif yang memandang seksualitas terbatas pada “hanya masalah seks”, padahal seksualitas juga terkait dengan masalah ibadah, seperti taharoh dan haid, katanya.
Dalam kesempatan itu, Akhmad Muzakki, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya yang sedang merampungkan studi doktornya di Universitas Queensland (UQ), mengatakan, fikiran setiap individu muslim sudah dibangun oleh budaya lokal, di mana mereka hidup padahal Al Quran sudah sangat gamblang dalam masalah seksualitas.
Berita ini merupakan hasil wawancara Antara dan pernah dipublikasikan di Republika Online pada 20 Desember 2008. Untuk membaca berita versi asli, silakan klik disini.