Blog Opini

Perjuangan Kartini Belum Selesai

ra kartiniRaden Ajeng Kartini (1879-1904) berusaha untuk membela agar perempuan tidak termarginalkan dan juga tidak mengalami penindasan dalam system budaya yang mementingkan laki-laki (patriarchal culture). Beliau menentang polygamy, perkawinan paksa dan juga memperjuangkan hak-hak perempuan terutama dalam pendidikan. Namun demikian kalau kita lihat di masyarakat Indonesia selama ini, sepertinya masih banyak perempuan yang mengalami penindasan baik di ranah domestik maupun di publik.

Salah satu bentuk penindasan perempuan di ruang domestik adalah banyaknya kekerasan di dalam rumah tangga. Satu kasus yang belakangan ini marak dibicarakan adalah kasus Siti Jazilah alias Lisa yang mukanya rusak tidak karuan karena disiram air keras oleh suaminya. Waluapun secara fisik dilakukan operasi wajah total terhadap Lisa, namun usaha itu tidak akan menghilangkan dampak negatif pada psikisnya. Penelitian menunjukkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak yang tidak dilaporkan dari pada yang diberitakan. Hal ini terjadi karena keyakinan dan budaya agar menutupi aib keluarga demi keharmonisan telah begitu mengakar di masyarakat. Kekerasan yang dilakukan oleh suami dipandang oleh sebagian istri sebagai aib keuarga yang perlu ditutupi bukan sebagai tindak penindasan, bahkan diyakini sebagai suatu hak sebagian suami untuk boleh melakukan kekerasan terhadap istri.

Saya yakin kalau Raden Ajeng Kartini masih hidup beliau akan prihatin melihat kasus Lisa ini. Walau sudah lebih dari satu abad lamanya perjuangan ini rasanya susah sekali untuk merekonstruksi dan mendekonstruksi budaya-budaya dan keyakinan agama yang menindas perempuan. Bahkan sejak pertengahan tahun 90an gerakan perempuan sebagai bentuk Kartini-kartini baru mengalami perkembangan yang luar biasa. Banyak kelompok pemerhati perempuan di masyarakat dan pusat kajian wanita di perguruan tinggi. Sudah sebih dari satu decade mereka mengkaji masalah perempuan baik yang disebabkan oleh system budaya dan penafsiran agama yang patriarchal. Oleh karena itu, kini saatnya untuk membumikan (go down to earth) hasil kajian dan temuannya ke masyarakat secara langsung. Karena kita tidak tahu sampai sejauh mana pengaruh perjuangan Kartini dalam melawan penindasan perempuan di masyarakat? Dengan kata lain siapakan yang mendapatkan manfaat langsung gerakan perempuan selama lebih dari satu decade ini? Sudahkah masyarakat di tingkat bawah merasakan secara langsung hasil perjuangan kartini-kartini baru tersebut ? Ataukan gerakan itu baru bergerak kalangan tertentu saja?

Memang merubah atau menghilangkan budaya yang tidak berpihak pada perempuan tidaklah seperti membalik telapak tangan, dibutuhkan usaha keras secara terus menerus dari level individu face to face sampai pada level kelompok, bahkan kalau diperlukan sampai pada level pembuatan hukum yang berprinsip pada keadilan laki-laki dan perempuan. Selain itu usaha yang kreatif dan mudah diterima oleh masyarakat adalah suatu strategi yang efektif untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik di masyarakat. Dalam bahasa komunikasi dikenal dengan kata ”sampaikanlan pesan itu sesuai dengan tingkat pemahaman audience”. Dengan demikian, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang audiences/masyarakat dan mengajak mereka secara bersama-sama untuk melakukan perubahan. Hal ini bisa diawali misalnya dengan melakukan Participatory Action Research (PAR) di masyarakat secara langsung. Usaha yang kritis, kreatif dan terus-menerus akan mempermudah jalannya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik, sebagaimana yang diimpikan oleh Raden Ajeng Kartini.

Perjuangan Kartini memang harus terus dilanjutkan tanpa henti sampai tidak ada relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di masyarakat. Jangan sampai ada Lisa baru yang menjadi korban kekerasan dari orang yang seharusnya membelanya dan mendampinginya baik saat suka maupun duka. Dibutuhkan Kartini-kartini baru yang mempunyai semangat tinggi yang diwujudkan dengan aktivitas riel untuk melawan penindasan dan menciptakan keadilan. Kita yakin kalau usaha ini dilakukan secara terus menerus maka akan ada perubahan kedudukan, hak-hak, dan pengakuan perempuan menjadi lebih baik di masyarakat. Selain itu Raden Ajeng Kartini akan merasa lega jika perjuangan membela perempuan diteruskan oleh kader-kader bangsa yang rindu akan perubahan. Marilah kita kenang kelahiran Raden Ajeng Kartini dengan semangat dan tindakan nyata untuk melawan penindasan dan menciptakan keadilan.

Alimatul Qibtiyah
Aktivis perempuan dan peneliti masalah gender. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan 'Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Komisioner Komnas Perempuan. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga.
http://genderprogressive.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *