Berita Blog

Alimatul Qibtiyah, Perempuan Desa yang Kini Mendunia

Oleh: Siti Robikah

Saya pernah menuliskan pemikiran feminis Muslim Prof. Alimatul Qibtiyah (selanjutnya akan saya tulis dengan Prof. Alim saja)  di rahma.id. Tulisan saya hanya menjelaskan tentang sedikit biografi dan banyak pada pemikirannya.

Dalam tulisan ini saya akan bercerita bagaimana saya begitu mengaguminya. Menjadikannya sebagai motivator dalam hidup saya. Mungkin ada beberapa dari pembaca yang belum mengetahui siapa sosok Prof. Alim. Maka dari itu saya akan mulai bercerita dengan biografinya terlebih dahulu.

Perjumpaan pertama saya dengan Prof. Alim ketika di sebuah kegiatan kampus yang mengundang beliau sebagai narasumbernya. Waktu itu saya belum mengenal betul siapa beliau. Hanya sekedar tahu nama beliau dari flyer kegiatan saja.

Setelah pertemuan kala itu, saya benar-benar merasa ada samangat yang beliau sampaikan kepada saya. Banyak pesan yang sangat saya kagumi dan saya jadikan sumber inspirasi sampai saat ini.

Biografi Prof. Alimatul Qibtiyah

Seorang gadis yang dilahirkan pada tanggal 19 September 1971. Lahir sebagai anak ke lima dari sembilan bersaudara. Ayahnya merupakan seorang penghulu dan ibunya adalah ibu rumah tangga.

Di usianya yang ke lima tahun, Prof. Alim tinggal dengan keluarga pamannya. Saat masih kecil, Prof. Alim merengek ingin tinggal bersama paman dan bibinya. Hingga akhirnya prof. Alim tumbuh dan besar di keluarga pamannya tersebut.

Sejak kecil, ayahnya telah mengajarkan kesederhanaan dan kemandirian. Ayahnya telah menyampaikan kepada anak-anaknya, jika ingin bersekolah maka ayahnya hanya membiayai sampai SMA saja.

Ketika itu rasanya sangat berat jika harus mencari uang sendiri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya seperti yang dirasakan oleh Prof. Alim. Bahkan beliau tidak pernah bermimpi bisa melanjutkan pendidikan ke universitas.

Prof. Alim melanjutkan pendidikan menengahnya di PGA Madiun. Beliau hanya tinggal di sebuah rumah kost-an karena keluarga pamannya menetap di Ngawi. Setelah lulus dari PGA, Prof. Alim tidak langsung melanjutkan ke jenjang berikutnya. Lagi dan lagi masalah ekonomi menjadi permasalahan yang sangat pelik.

Karena tidak bisa langsung melanjutkan kuliah, Prof. Alim mendapat tawaran dari bibinya untuk bekerja di Amerika menjadi seorang baby sitter. Namun semua tidak sesuai rencana. Prof. Alim tidak diijinkan pergi ke Amerika karena dianggap seperti melakukan perdagangan manusia.

Setelah kekecewaan itu akhirnya Prof. Alim nekat naik bus dari Solo ke Jogja. Prof. Alim belum pernah sekalipun ke Jogja. Sampai akhirnya prof. Alim sampai di Janti, tempat pemberhentian bus di Jogja.

Dengan modal nekat itu, sampailah Prof. Alim di Yogyakarta dan menuju IAIN yang sekarang sudah menjadi UIN. Tanpa pikir panjang akhirnya Prof. Alim mendaftarkan diri di IAIN Sunan Kalijaga.

Setelah perjalanan yang begitu panjang, akhirnya Prof. Alim menemukan jalan yang menjadi tujuan utamanya yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Menjadi Perempuan yang Berani

Perjalanan prof. Alim tidak hanya selesai di bangku perkuliahan IAIN saja. Prof. Alim kemudian melanjutkan pascasarjananya di UGM Yogyakarta dengan jalur beasiswa.

Keberanian Prof. Alim tidak terhenti pada pendidikan pasca saja. Beliau juga mencoba keberuntungan mencari beasiswa untuk bisa pergi ke luar negeri. Ketidakpuasaan akan ilmu inilah yang memotivasi saya untuk bisa maju dan melaju sepanjang hidup.

Perempuan harus diberikan kesempatan untuk mewujudkan cita-cita dan keinginannya. Dengan kegigihannya, akhirnya Prof. Alim mendapatkan beasiswa ke Amerika Serikat.

Seorang perempuan yang hanya bermodalkan nekat dan berani, kini menjadi sosok yang dikagumi oleh banyak orang. Perempuan yang tidak mau menyerah dengan keadaan, menjadi alasan mengapa Prof. Alim patut dijadikan motivasi untuk tidak putus ada.

Tidak hanya berhenti dengan beasiswa doktornya, kini Prof. Alim mampu membungkam masa lalunya dengan menjadi salah satu guru besar gender di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ada hal yang saya kagumi dari perjalanan beliau. Sebagai seorang perempuan yang dikodratkan oleh masyarakat menjadi perempuan domestik, tidak diiyakan oleh prof. Alim. Keberaniannya mendobrak kebiasaan masyarakat membuat saya semakin sadar bahwa perempuan mampu keluar dari kodrat kebudayaan.

Jika prof. Alim ketika itu bisa menjadi seorang profesor dengan segala keterbatasannya, maka semua perempuan khususnya di Indonesia ini juga bisa menjadi yang terbaik dari jalan yang telah mereka pilih.

Setiap Usaha Akan Ada Hasil yang Sesuai

Begitu yang bisa saya gambarkan untuk seorang Alimatul Qibtiyah. Lahir di sebuah desa dengan keadaan ekonomi yang biasa saja bisa membuatnya menjadi seorang guru besar gender.

Usaha melalui masa-masa kritis telah usai. Masa-masa di mana beliau harus menjalani kehidupan dengan apa adanya. Namun beruntungnya beliau tidak lantas putus asa menyesali keadaan. Beliau berani dan terus berusaha memperbaiki kehidupannya.

Petemuan saya dengan Prof. Alim berlanjut ketika mengikuti AFM (Akademi Feminis Muslim). Cerita perjalanan prof. Alim selalu menjadi hal yang saya tunggu-tunggu. Menjadi pendobrak bagi saya yang masih banyak bermalas-malasan.

Kesempatan tidak akan berulang. Maka dari itu jika kamu masih sempat, gunakan waktumu sebaik mungkin. Gunakan waktumu untuk melakukan hal yang bermanfaat untuk memperbaiki kehidupan.

Orang sukses tidak hanya lahir dari keluarga berada, keluarga terpandang, priyayi. Namun orang sukses lahir dari dirinya sendiri. Kegigihan dalam berusaha menjadi kunci dari sebuah keberhasilan.

Diterbitkan pertama kali di https://rahma.id/alimatul-qibtiyah-perempuan-desa-yang-kini-mendunia/

Alimatul Qibtiyah
Aktivis perempuan dan peneliti masalah gender. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan 'Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Komisioner Komnas Perempuan. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga.
http://genderprogressive.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *