Akademisi Muhammadiyah Alimatul Qibtiyah menyebut bahwa masih terdapat banyak ketidaksetaraan gender di Indonesia. Contoh paling gampang yang ia berikan adalah jumlah guru besar.
Menurutnya, guru besar laki-laki lebih banyak empat kali lipat dibandingkan dengan guru besar perempuan. Ia juga menyebut bahwa perempuan yang menjadi pemimpin di perguruan tinggi hanya sekitar 15-20%.
Hal tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Online International Seminar “Building International Cooperation to Reinforce Commitments s and Practices of Islam as Rahmatan Lil ‘Alamin”, Rabu (26/1). Kegiatan tersebut digelar oleh INFID, PP Muhammadiyah, dan PBNU.
Di sisi lain, Indonesia juga masih dihantui oleh masalah kekerasan seksual. Sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap bahwha kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan disebabkan oleh kesalahan dari perempuan atau korban. Kesalahan tersebut, menurut sebagian orang tadi, disebabkan oleh cara berpakaian perempuan yang mengundang hasrat laki-laki.
“Ini adalah stereotype yang salah. Jika kita terus berpikir seperti ini, maka masalah tidak akan selesai,” ujarnya.
Perempuan, imbuhnya, juga mendapatkan tantangan dengan stigma sebagai sumber fitnah. Hal tersebut secara tidak langsung membuat perempuan menjadi ragu-ragu untuk memimpin dan berperan di ruang publik.
Padahal, menurut guru besar UIN Sunan Kalijaga tersebut, Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, agama yang menghormati seluruh makhluk tanpa membeda-bedakan. Maka, seluruh manusia memiliki derajat yang sama.
“Pada awalnya masyarakat tidak menganggap perempuan itu penting dan harus dihormati. Ketika Islam datang, Allah menyebutkan perempuan juga memiliki hak otonom,” imbuhnya.
Persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan ini berimplikasi pada peranan yang dimiliki oleh perempuan. Menurut Alimatul, perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki seperti untuk menjadi pemimpin, bekerja pada sektor publik, dan berperan dalam dunia politik.
Salah satu ajaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin adalah mendudukkan perempuan sama dengan laki-laki. Perbedaan di antara keduanya hanya dibuktikan dengan ketakwaan. Sehingga Islam tidak mentolerir adanya ketidaksetaraan gender.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Muhammad Hassan yang memberikan pidato kunci dalam seminar tersebut.
Hassan menyebut bahwa dalam sejarah Islam, perempuan selalu memainkan peranan yang sama dengan laki-laki. Perempuan memiliki peran untuk menyebarluaskan agama Islam, mengajarkan Alquran, dan lain-lain.
“Bahkan, di dalam Alquran, ada dua surat yang berbicara tentang perempuan, yaitu surat Maryam dan surat An-Nisa. Tidak diragukan lagi, perempuan berperan penting dalam dakwah Islam,” ujarnya.
Ia memberi contoh bagaimana Siti Khadijah berperan sebagai penopang utama dakwah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Nabi Muhammad juga didukung oleh perempuan-perempuan lain seperti Aisyah dalam mengajarkan agama dan memimpin umat. (IBtimes.id)
Diambil dari https://ibtimes.id/alimatul-qibtiyah-masih-banyak-ketidaksetaraan-gender-di-indonesia/